Minggu, 03 Januari 2010

Tidur Cantik

4 komentar
Tidur Cantik Sesuai Tuntunan Rasulullah


Tidur bagi muslimah merupakan saat yang sangat penting. Karena dalam tidurnya ia mengumpulkan tenaga untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, ketika tidur hati seorang muslimah di antara jemari Allah. Seorang muslimah cantik karena agamanya. Jadi tidurnya pun harus cantik. Hendaknya seorang muslimah menjaga adab-adab dalam tidur dengan adab yang diajarkan dalam agama Islam. Bagaimana adab-adabnya?

Tidak tidur terlalu malam setelah sholat isya kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk mengulang (muroja’ah) ilmu atau adanya tamu atau menemani keluarga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu:

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘allaihi wasallam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” [Hadist Riwayat Al-Bukhari No. 568 dan Muslim No. 647 (235)]

Hendaknya tidur dalam keadaan sudah berwudhu, sebagaimana hadits: “Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Al-Bukhari No. 247 dan Muslim No. 2710)

Hendaknya mendahulukan posisi tidur di atas sisi sebelah kanan (rusuk kanan sebagai tumpuan) dan berbantal dengan tangan kanan, tidak mengapa apabila setelahnya berubah posisinya di atas sisi kiri (rusuk kiri sebagai tumpuan). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: “Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud no. 5045, At Tirmidzi No. 3395, Ibnu Majah No. 3877 dan Ibnu Hibban No. 2350)

Tidak dibenarkan telungkup dengan posisi perut sebagai tumpuannya baik ketika tidur malam atau pun tidur siang. “Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shohih)

Membaca ayat-ayat Al-Qur’an, antara lain:

a) Membaca ayat kursi.

b) Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqoroh.

c) Mengatupkan dua telapak tangan lalu ditiup dan dibacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas kemudian dengan dua telapak tangan mengusap dua bagian tubuh yang dapat dijangkau dengannya dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan, hal ini diulangi sebanyak 3 kali (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari XI/277 No. 4439, 5016 (cet. Daar Abi Hayan) Muslim No. 2192, Abu Dawud No. 3902, At-Tirmidzi)

Hendaknya mengakhiri berbagai doa tidur dengan doa berikut:

باسمك ربيوضعت جنبي وبك أرفعه إن أ مسكت نفسي فا ر حمها و إ ن أ ر سلتها فاحفظها بما تحفظ به عبادك الصا لحين

“Bismikarabbii wa dho’tu jambii wa bika arfa’uhu in amsakta nafsii farhamhaa wa in arsaltahaa fahfazhhaa bimaa tahfazha bihi ‘ibaadakasshaalihiin.”

“Dengan Nama-Mu, ya Rabb-ku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan Nama-Mu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Al-Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, Abu Dawud No. 5050 dan At-Tirmidzi No. 3401)

Disunnahkan apabila hendak membalikkan tubuh (dari satu sisi ke sisi yang lain) ketika tidur malam untuk mengucapkan doa:

لا إ له إ لاالله الواحدالقهاررب السماوات واﻷرض ومابينهماالعز يزالغفار

“laa ilaha illallahu waahidulqahhaaru rabbussamaawaati wal ardhi wa maa baynahumaa ‘aziizulghaffaru.”

“Tidak ada Illah yang berhak diibadahi kecuali Alloh yang Maha Esa, Maha Perkasa, Rabb yang menguasai langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun.” (HR. Al-Hakim I/540 disepakati dan dishohihkan oleh Imam adz-Dzahabi)

Apabila merasa gelisah, risau, merasa takut ketika tidur malam atau merasa kesepian maka dianjurkan sekali baginya untuk berdoa sebagai berikut:

أعوذ بكلمات الله التامات من غضبه و شرعباده ومن همزات الشيا طين وأن يحضرون

“A’udzu bikalimaatillahi attammati min ghadhabihi wa ‘iqaabihi wa syarri ‘ibaadihi wa min hamazaatisysyayaathiin wa ayyahdhuruun.”

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, siksa-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dari godaan para syaitan dan dari kedatangan mereka kepadaku.” (HR. Abu Dawud No. 3893, At-Tirmidzi No. 3528 dan lainnya)

Memakai celak mata ketika hendak tidur, berdasarkan hadits Ibnu Umar: “Bahwasanya Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memakai celak dengan batu celak setiap malam sebelum beliau hendak tidur malam, beliau sholallahu ‘alaihi wassalam memakai celak pada kedua matanya sebanyak 3 kali goresan.” (HR. Ibnu Majah No. 3497)

Hendaknya mengibaskan tempat tidur (membersihkan tempat tidur dari kotoran) ketika hendak tidur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan ‘bismillah’, karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Al Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, At-Tirmidzi No. 3401 dan Abu Dawud No. 5050)

Jika sudah bangun tidur hendaknya membaca do’a sebelum berdiri dari tempat pembaringan, yaitu:

الحمد لله الذي أحيانابعدماأماتناوإليه النشور

“Alhamdulillahilladzii ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilayhinnusyuur.”

“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya kami dibangkitkan.” (HR. Al-Bukhari No. 6312 dan Muslim No. 2711)

Hendaknya menyucikan hati dari setiap dengki yang (mungkin timbul) pada saudaranya sesama muslim dan membersihkan dada dari kemarahannya kepada manusia lainnya.

Hendaknya senantiasa menghisab (mengevaluasi) diri dan melihat (merenungkan) kembali amalan-amalan dan perkataan-perkataan yang pernah diucapkan.

Hendaknya segera bertaubat dari seluruh dosa yang dilakukan dan memohon ampun kepada Alloh dari setiap dosa yang dilakukan pada hari itu.

Setelah bangun tidur, disunnahkan mengusap bekas tidur yang ada di wajah maupun tangan.

“Maka bangunlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari tidurnya kemudian duduk sambil mengusap wajah dengan tangannya.” [HR. Muslim No. 763 (182)]

Bersiwak.

“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun malam membersihkan mulutnya dengan bersiwak.” (HR. Al Bukhari No. 245 dan Muslim No. 255)

Beristinsyaq dan beristintsaar (menghirup kemudian mengeluarkan atau menyemburkan air dari hidung). “Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka beristintsaarlah tiga kali karena sesunggguhnya syaitan bermalam di rongga hidungnya.” (HR. Bukhari No. 3295 dan Muslim No. 238)

Mencuci kedua tangan tiga kali, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila salah seorang di antara kamu bangun tidur, janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam bejana, sebelum ia mencucinya tiga kali.” (HR. Al-Bukhari No. 162 dan Muslim No.278)

Anak laki-laki dan perempuan hendaknya dipisahkan tempat tidurnya setelah berumur 6 tahun. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi)

Tidak diperbolehkan tidur hanya dengan memakai selimut, tanpa memakai busana apa-apa. (HR. Muslim)

Jika bermimpi buruk, jangan sekali-kali menceritakannya pada siapapun kemudian meludah ke kiri tiga kali (diriwayatkan Muslim IV/1772), dan memohon perlindungan kepada Alloh dari godaan syaitan yang terkutuk dan dari keburukan mimpi yang dilihat. (Itu dilakukan sebanyak tiga kali) (diriwayatkan Muslim IV/1772-1773). Hendaknya berpindah posisi tidurnya dari sisi sebelumnya. (diriwayatkan Muslim IV/1773). Atau bangun dan shalat bila mau. (diriwayatkan Muslim IV/1773).

Tidak diperbolehkan bagi laki-laki tidur berdua (begitu juga wanita) dalam satu selimut. (HR. Muslim)

Maraji’:
Adab Harian Muslim Teladan

***
Disusun Oleh: Ummu Hajar
Muroja’ah: Ust. Abu Salman
Artikel www.muslimah.or.id

Berteman Tanpa Konflik

0 komentar
Kiat Sukses Berteman Tanpa Konflik



Hidup bermasyarakat memang sudah menjadi keharusan bagi siapa saja yang hidup di dunia ini. Adakah orang yang bisa hidup sendiri tanpa orang lain? Tentu saja tidak ada. Berbagai macam manusia dengan aneka karakter membuat kita harus bisa menempatkan diri dengan baik. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sebagai teladan ummatnya memilik akhlak yang paling luhur. Beliau shallallahu’alaihi wasallam mengajari kita bagaimana cara berinteraksi dengan sesama muslim bahkan dengan orang kafir sekalipun. Hal ini sebagamana diterangkan dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya,

“Sungguh Engkau (Muhammad), seorang yang berbudi pekerti luhur.” (Qs. Al Qolam: 4)

Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Wahai saudariku, semoga Allah Ta’ala merahmatiku dan dirimu. Marilah kita simak apa yang Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam jelaskan berikut ini dengan pendengaran kita. Dan marilah kita perhatikan apa yang beliau ajarkan kepada kita dengan penglihatan dan mata hati kita. Dengan mata, telinga dan hati seseorang mampu mengambil pelajaran, sehingga apa yang kita simak tersebut bisa menghujam dan tertanam dalam-dalam dalam hati, biidznillahi Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya yang pada demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qs. Qaf: 37)

Di antara kiat berinteraksi dengan sesama muslim yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam adalah:

Memperlakukan Orang Lain Sebagaimana Ia Menyukai Hal Tersebut Diperlakukan untuk Dirinya

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka ketika maut menjemputnya hendaknya dia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, memperlakukan orang lain sebagaimana pula dirinya ingin diperlakukan demikian.” ( HR. Muslim (1844) dan Nasa’I (4191)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang hadits ini, “Hadits ini termasuk jawami’ul kalim (kata-kata yang singkat dan padat namun mengandung makna yang luas, – pen) yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, termuat banyak hikmah di dalamnya. Ini adalah kaedah yang penting yang seharusnya menjadi perhatian khusus. Hendaknya manusia mengharuskan dirinya untuk tidak berbuat sesuatu kepada orang lain kecuali jika ia menyukai hal tersebut diberlakukan untuk dirinya.” (Syarh an-Nawawi ala Muslim, asy-Syamilah).

Inilah prinsip pertama yang sengaja kami tempatkan diurutan teratas, karena prinsip ini begitu agung dan mulia. Sungguh seandainya saja semua manusia menerapkan prinsip ini tentu tidak ada lagi konflik yang menerpa mereka. Karena mereka akan berpikir dan mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum bertindak. Dan berkata di dalam hati, ” Jika aku berbuat demikian kepada saudaraku apakah aku juga rela jika dia berbuat yang sama kepada diriku?”

Jika kita tidak ingin dikhianati maka janganlah kita coba-coba mengkhiananti orang lain. Jika kita tidak ingin ditipu maka janganlah sekali-kali kita menipu orang lain, jika kita ingin orang lain tersenyum kepada kita ketika bersua maka kita pun mengharuskan diri senyum kepada orang lain, jika kita ingin orang lain menyapa dan ramah kepada kita maka hendaknya kitapun mengharuskan diri kita untuk ramah kepada orang lain dan seterusnya. Sehingga ia menjadi orang yang senantiasa mempertimbangkan dengan matang apa yang akan ia perbuat kepada orang lain.

Kami yakin tidak ada manusia yang ingin diperlakukan buruk oleh orang lain, sehingga dengan prinsip ini seharusnya tidak ada lagi pencuri, penipu, perampok, pendusta, orang yang suka mengadu-domba, orang yang suka iri dan dengki, orang yang suka membicarakan kejelekan orang lain, dan lain-lain. Namun sayangnya kebanyakan manusia adalah makhluk yang picik, mau menang sendiri, sehingga apa yang ia perbuat lebih banyak merugikan orang lain daripada memberikan manfaat kepadanya, kecuali orang yang dirahmati Allah. Semoga Allah senantiasa merahmati kita, menjaga kita dan menjauhkan kita dari akhlak yang buruk. Amin.

Berkata Baik atau Diam

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ” Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata baik atau diam.” (HR. Muslim No. 222)

Dalam hadits ini Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengaitkan antara berkata baik dengan keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir. Hal ini dikarenakan penjagaan terhadap lisan, mempergunakannya untuk ucapan-ucapan yang baik dan diam untuk ucapan yang buruk adalah salah satu tanda dari keimanan. Sesuatu yang paling berat bagi lisan adalah menjaganya, sebagaimana hadits terkenal yang datang dari Mu’adz radhiallahu’anhu, ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Ya Rasullullah apakah kami akan disiksa karena perkataan yang kami ucapkan? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Celaka engkau wahai Mu’adz, bukankah manusia terlungkup diatas hidungnya atau diatas wajahnya di neraka disebabkan perbuatan lisannya?”[1]. Hal ini menunjukkan bahaya lidah tak bertulang, mudah mengucapkan kata namun jika tidak digunakan dalam kebaikan bisa menjadi senjata makan tuan.(Syarh al Arba’in an Nawawiyah, Syaikh Shalih Ibnu Abdil Aziz Alu Syaikh, hal. 90, Dar Jamil ar Rahman as Salafy, Jogjakarta).

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Hadits di atas memberi isyarat bahwa seseorang yang ingin berbicara sesuatu maka hendaknya dia pikir-pikir dahulu. Jika terlihat tidak ada bahaya yang ditimbulkan maka ia boleh berbicara, namun jika ada tanda-tanda bahaya atau dia ragu-ragu maka sebaiknya dia diam. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, ” Hadits ini memerintahkan untuk berbicara dalam hal yang baik-baik dan diam untuk hal yang buruk.” (Qawaid wa Fawaid min al Arba’in an Nawawiyah, Nadzim Muhammad Sulthan, hal 137&138, Dar al Hijrah)

Syaikh Ibnu Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Makna ‘berkata baik’ dalam hadits ini, mencakup berkata baik untuk dirinya sendiri maupun berkata baik untuk orang lain. Berkata baik untuk dirinya sendiri ketika seseorang berdzikir kepada Allah, bertasbih kepada-Nya, memuji-Nya, termasuk juga membaca Al Qur’an, mengajarkan ilmu , amar ma’ruf nahi munkar maka ini semua menjadi kebaikan untuknya. Adapun berkata baik kepada orang lain itu berupa perkataan yang membuat senang teman duduknya meskipun belum tentu baik untuk dirinya sendiri”.(Syarh al Arbain an Nawawiyah, Syaikh Muhammad Ibnu Shalih al Utsaimin)

Saudariku! Semoga Allah senantiasa merahmatimu, berikut ini akan kami sebutkan atsar dari para sahabat dan para tabi’in tentang kehati-hatian mereka dalam menjaga lisan:
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah yang tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, tidak ada di atas bumi ini yang lebih butuh untuk dipenjara lebih lama selain lisanku ini.”

Beliau radhiallahu ‘anhu juga berkata, “Wahai lisan! Katakanlah yang baik-baik niscaya engkau akan beruntung. Diamlah dari kejelekan niscaya engkau akan selamat sebelum engkau menyesali semuanya.”

Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Tunaikanlah hak kedua telingamu daripada hak mulutmu. Karena dijadikan untukmu dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara.”

Al Hasan Al Bashri berkata, “Para sahabat berkata, ‘Sesungguhnya lisan seorang mukmin berada di belakang hatinya, jika dia ingin berbicara sesuatu maka dia harus menimbang-nimbang dengan hatinya kemudian baru dia putuskan (berbicara ataukah diam, pen). Adapun lisan seorang munafik berada di depan hatinya, segala sesuatu dia putuskan dengan lisannya tanpa sedikitpun menimbangnya dengan hatinya.” (Tazkiyatunnufus, Dr. Ahmad Farid, as Syamilah)

Lihatlah wahai saudariku! Betapa mereka sangat takut jika lisannya terjerumus kelembah kesia-siaan apalagi kelembah dosa. Namun betapa jauhnya diri kita dengan mereka, mulut kita ini sangat kotor dan penuh dengan tipu daya, mudah berbicara dan tiada faedahnya, suka mengadudomba dan mengumbar fitnah di mana-mana.

Ya Allah, perbaikilah amalan kami dan jauhkan mulut kami dari perbutan keji dan nista. Amin Ya Mujibassailin.

Bermuka Manis Ketika Bertemu

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan bermuka manis ketika bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim (2626), Ahmad (5/173) dan Ibnu Hibban (524))

Syaikh Ibnu Shalih al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Bermuka manis mampu mendatangkan kebahagiaan kepada siapa saja yang bersua denganmu termasuk mereka yang suka bermuka cemberut ketika bertemu. Ia mampu menghadirkan rasa kasih sayang dan cinta dan membuat hati menjadi lapang. Bahkan kelapangan hati itu tidak hanya pada dirimu tapi juga orang yang yang bertemu denganmu. Namun jika engkau bermuka muram dan merengut pastilah orang-orang akan lari darimu, mereka tidak nyaman duduk bersanding denganmu, lebih-lebih untuk bercakap-cakap denganmu (Kitabul ‘Ilmi, hal 184, Maktabah Nur al Huda).

Saudariku, inilah kemudahan dalam Islam. Allah Ta’ala memberi kemudahan bagi hambanya untuk memperoleh pahala kebaikan. Sekecil apapun kebaikan itu pasti Allah Ta’ala akan membalasnya dengan ganjaran bahkan sampai berlipat ganda.

Saudariku! Apakah kita tidak mau mendapatkan pahala yang tak terduga karena amalan yang tak seberapa? Marilah kita senyum kepada saudari-saudarai kita, bermuka manislah ketika bertemu dengan mereka, niscaya engkau akan merasakan manfaatnya. Coba bayangkan berapa kali kita bertemu dengan saudara kita dalam sehari, seberapa sering kita bermuka manis dengan mereka, sebanyak itupula pahala yang kita dapatkan..

Namun sungguh sangat merugi orang yang suka bermuka masam ketika bertemu dengan saudaranya, betapa banyak pahala yang terluput darinya..

Menebarkan salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitahukan sesuatu yang akan membuat kalian saling mencintai?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tentu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim N0. 54 dan Bukhari dalam Adabul Mufrad No.980)

Saudariku! Marilah kita perhatikan penjelasan Imam Nawawi berikut ini,

“Makna ‘Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai’ adalah tidak akan sempurna iman seseorang, tidak akan membaik kondisi imannya hingga mereka saling mencintai.Adapun sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam ‘Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman’, bermakna sebagaimana zhohir dan kemutlakannya. Bahwasanya tidak akan masuk surga kecuali orang yang mati dalam keadaan beriman meskipun iman yang tidak sempurna. Inilah zhohir yang ditunjukkan oleh hadits diatas.” Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ‘Tebarkanlah salam di antara kalian’, hadits ini mengandung perintah yang agung untuk menebarkan salam kepada kaum muslimin baik yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal (Syarh an Nawawi ala Muslim, as Syamilah).

Berteman dengan Orang Shalih

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Qs. al-Kahfi: 28)

Allah berfirman memberitakan penyesalan orang kafir pada hari Kiamat, yang artinya, “Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur‘an ketika Al-Qur‘an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Qs. al-Furqân: 28-29)

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang tergantung agama temannya, maka hendaklah seorang di antara kalian melihat teman bergaulnya.”[2]

Dari Abu Musa al-Asy’ari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka kamu kemungkinan dia memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau anyir.” (HR. Bukhari No.2101 dan Muslim No.6653)

Begitu besarnya pengaruh teman terhadap eratnya jalinan persaudaraan. Teman yang shalih akan senantiasa menunaikan hak saudaranya, menjaga kehormatan saudaranya, saling menyayangi diantara mereka, saling menasehati dalam ketakwaan, tolong menolong dalam kebaikan dan saling mencintai dan membeci karena Allah. Oleh karena itu wahai saudariku, bertemanlah dengan orang shalih niscaya engkau akan beruntung.

Semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allahu A’lam Bishshowab. Washalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wattabi’in.

[1] Diriwayatkan oleh at Tirmidziy (10/88,87), beliau berkata: “Hadits ini hasan shahih” , Ibnu Majah (3973), Hakim (2/413) dan dishahikan oleh al Albani.
[2] Shahih, diriwayatkan Imam Abu dawud dalam Sunan-nya (4833), at Tirmidzy dalam Sunan-nya (2379) dan beliau berkata: “Hadits ini hasan” dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (3/303,334).

***
Artikel muslimah.or.id
Penulis: Ummu Fathimah Umi Farikhah
Muroja’ah: Ust. Sa’id Yai Ardiansyah, Lc

24 Des

0 komentar
24 Des

Sehari sebelum libur panjang
dia pulang membawa berita
entah sedih
entah gembira
entahlah..campur aduk
Ya allah....kuterima ketetapanmu dg lapang dada
semoga engkau memberi yang terbaik dan berkah buwat kami sekeluarga


amin....

Bisnis Ku

Photobucket
Photobucket
 

Mind of Rei Copyright 2008 Fashionholic Designed by Ipiet Templates Supported by Tadpole's Notez